Saturday 8 September 2012

2nd - Siapa Sangka...


Tulisan ini membantu saya berkilas balik tentang masa lalu dan apa-apa saja cerita yang sudah dijalani dalam ruang waktu terdahulu. “Siapa sangka”, hmm.. Maksud saya, who knows. Siapa yang bisa menebak masa depan. 23 tahun saya terlahir ke atas dunia, ada satu hal yang sampai sekarang tidak berhenti membuat saya terkagum-kagum dan takjub pada setiap alur hidup setiap orang. Tentang keajaiban waktu, ruang-ruang di dalam setiap waktu, dan bagaimana setiap orang menjalaninya.

Saya ada di atas dunia ini dengan status anak ketiga dari tiga bersaudara dalam sebuah keluarga. Mama papa adalah dua orang petugas medis yang bertemu di lokasi kerja dan akhirnya berkomitmen untuk membangun sebuah keluarga (hehe). Saya punya dua orang kakak kandung, keduanya laki-laki. Walaupun sebagian besar saudara-saudara kami yang tertulis dalam silsilah keluarga besar telah hijrah dan menetap di sejumlah kota besar, saya dan keluarga tinggal di kampung halaman kami semua, di sebuah daerah bernama Kecamatan Banuhampu, tidak jauh dari Kota Bukittinggi, terletak di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Mama papa selanjutnya bertugas di daerah ini bagi masyarakat setempat. Di daerah pedesaan ini, saya dan kedua kakak kandung saya dibesarkan oleh kedua orang tua kami. Mama yang sungguh sangat demokratis dan selalu jadi tempat kami berbagi semua hal. Tidak pernah sekalipun seumur hidupnya mama memukul, mencubit, atau menyakiti anak-anaknya. Papa yang sangat protektif dalam membimbing anak-anaknya.

Soal pendidikan, saya masih cukup ingat sejumlah scene yang saya jalani saat masih duduk di Taman Kanak-Kanak. Saat saya bermain ayunan dan ada di dalam kelas. Bahkan, saya masih cukup ingat ketika Ibu Guru kami, Bu Wat, di suatu hari mengajarkan kami tentang seni melipat kertas untuk membuatnya jadi sebuah pesawat. Hari itu, saya duduk di sayap kiri kelas, bersama sejumlah teman-teman lain yang namanya juga masih cukup saya hafal. Di sesi lain, saya pun ingat tentang layanan antar jemput TK kami dari dan menuju rumah masing-masing. Rekonstruksi ingatan masa kecil saya dan sejumlah cerita dari orang tua saat saya telah beranjak dewasa, ternyata dulu saya adalah seorang anak kecil yang sangat amat introvert. Saat teman-teman lain di jam istirahatnya berbaur dan bermain perosotan bersama, saya malah memilih sendiri dan tidak berbicara apa-apa. Saya pun ingat ketika dulu saya sering jadi sasaran bullying kakak kelas kami yang telah SD. Ya, karena sifat introvert saya itu. Sempat beberapa kali saya ditolak untuk bermain bersama saat kami berbarengan sedang ada dalam bus yang mengantar kami pulang. Bahkan, mama papa sempat mengkhawatirkan kondisi saya yang terlalu introvert. Seringkali tanpa sepengetahuan saya, mama papa ikut hadir di TK dan memperhatikan cara saya bergaul. Jika dulu saya tetap bersikap seperti itu, rencana mereka akan melakukan tindakan lebih lanjut untuk membuat saya seperti anak-anak lain. Haha, sudahlah, itu masa lalu :D

Cerita lain di ruang waktu lain, kemudian berlanjut hingga saya menempuh jenjang pendidikan SD, SMP, SMA, dan seterusnya. Pendidikan sekolah dasar saya tak jauh dari rumah kami, cukup berjalan kaki selama 5-10 menit. Setelah lulus SD, saya disekolahkan di sebuah SMP yang ternama di kota Bukittinggi. Kali ini, siapa sangka saya bisa terdaftar masuk sebagai siswa di kelas unggul SMP kami. Catatan lain dari perjalanan SMP ini, siapa sangka pula, bahwa indeks akademik saya mengkhawatirkan saat berada di kelas ini. Bahkan, di satu kesempatan, guru SMP kami pernah mengadakan satu sesi khusus dengan kedua orang tua. Menjelaskan tentang kondisi akademik saya yang memprihatinkan dan sesaat lagi harus bersiap-siap untuk dikeluarkan dari kelas tersebut. Namun, semuanya akhirnya berlalu. Saya akhirnya berhasil masuk ke sebuah sekolah menengah atas terakreditasi di kota Bukittinggi.

Lulus dari jenjang pendidikan wajib belajar tersebut, saya memutuskan untuk mengadu nasib, mengikuti ujian seleksi penerimaan mahasiswa baru (SPMB) 2007. Dan akhirnya, saya lulus dan diterima sebagai mahasiswa di Departemen Teknik Kimia UI. Ruang waktu inilah yang jadi momentum pertama bagi diri saya untuk menyadari nilai apa yang akan saya tulis dalam tulisan ini. Siapa sangka. Siapa yang tahu tentang masa depan. Saya lahir dan dibesarkan di sebuah desa kecil yang mungkin aksesibilitas terhadap sesuatu sangat jauh terbatas dibandingkan kota besar. Tidak pernah sekalipun saat saya masih SD atau SMP terpikirkan untuk bisa menembus keterbatasan dan menjadi mahasiswa UI. Hari demi hari hanya dilalui dengan bermain dan menjalaninya dengan penuh suka cita. Hampir tiap hari, saya dan kakak saya menghabiskan waktu bermain di atas jerami, sawah pedesaan kami. Namun, selalu ada jalan untuk meraih semua hal. Bila satu tujuan besar dipikirkan terlalu mendalam, tanpa dinikmati prosesnya, mungkin semuanya hanya akan berakhir pada mimpi dan keputusasaan. Ternyata, dengan menikmati setiap proses, dengan menikmati setiap hari, semua mimpi yang jauh terasa mendekat. Dan ketika suatu hal baik datang mendekat, bisa jadi kita belum menyadarinya.

Ruang waktu lain membuat saya semakin terkagum-kagum pada hidup manusia. Selama menjalani perkuliahan, sungguh saya telah mendapatkan banyak wadah untuk berekspresi dan berkreasi. Tidak hanya lingkungan akademis yang sesuai dengan peminatan saya, tetapi juga kesempatan mengasah softskill melalui organisasi dan kepanitiaan. Ada begitu banyak kesempatan untuk mengenal banyak orang dari Sabang sampai Merauke di kampus tersebut, lalu membuat sedemikian persahabatan. Sesekali, tugas kuliah terasa begitu berat. Sesekali pula, sakit datang menghampiri. Berkali-kali, senang datang mengobati. Dan akhirnya, pada bulan September 2011 lalu, episode mahasiswa dan kampus ditutup secara resmi. Saya dan teman-teman dinyatakan lulus sebagai sarjana teknik. Berkali-kali kami hampir tidak percaya telah berada di penghujung status sebagai mahasiswa dan mengenang masa-masa kami menjalani orientasi dan ospek sebagai mahasiswa baru. Setelah dijalani, waktu terasa begitu cepat. Namun, bukan berarti apa yang kita jalani tersebut berjalan dengan mudah. Selalu ada kesulitan dalam sejumlah episode. Namun, pasti selalu ada kemudahan pula bersama kesulitan. Dan saat hari wisuda, saya pun tersenyum bahagia. Saya telah melewati ini semua. Masa-masa orientasi sebagai mahasiswa baru. Masa adaptasi di lingkungan baru. Masa senang dan sulit menjalani peran sebagai mahasiswa. Masa-masa hampir tidak tidur dan sesekali mendongkol pada tugas yang belum kunjung selesai. Masa-masa penelitian yang seolah tidak menunjukkan progress. Namun, semuanya pasti ada ujungnya. Dan di hari itu, saya telah melewati semuanya dan tersenyum bahagia.

Hari ini ketika tulisan ini diketik rapi dan saat jari saya menari-nari di atas keyboard laptop, saya masih terkagum-kagum pada cara waktu menyediakan ruang bagi kita untuk mengisinya dengan cerita-cerita. Kembali, status mahasiswa yang setahun lalu telah ditutup, kini menjadi kembali resmi bagi diri saya. Episode baru telah dimulai. Namun, ketika saya menoleh ke belakang, kembali saya berujar “siapa sangka” dan tersenyum seorang diri. Bukan untuk sombong. Bukan. Bukan. Sama sekali bukan. Tapi pada cara waktu memberikan ruang yang cukup bagi setiap orang untuk menyikapinya. Terkadang kita terlalu sering mengeluhkan banyak hal yang kita alami saat ini. Namun, di waktu yang sama, ada pula orang lain yang begitu khidmat menikmati ruang yang diberikan oleh waktu, sekalipun luka atau perih menghampiri cerita-cerita mereka. Bukankah mereka termasuk orang yang menikmati proses yang mengantarkan mereka pada ending di satu episode kehidupannya? Sungguh, siapa sangka. Dan saya masih terkagum-kagum. Hanya kepada Tuhan ucapan terima kasih ini saya aturkan karena kekaguman diri ini tidak kunjung hilang dengan sebuah renungan ini. Nikmati saja prosesnya. Jalani saja setiap apa yang ada. Namun, jangan lupa untuk bermimpi. Dan suatu waktu, ketika kita melihat ke belakang dari setiap dimensi hidup kita masing-masing, kita akan tersenyum dan berkata, “aku pernah berada di titik itu, dan aku sudah menjalaninya.” Alhamdulillah. 

Menunggu episode lain dalam kehidupan,
Enschede, The Netherlands

SMA Negeri 1 Bukittinggi, Sumatera Barat 

Universitas Indonesia, Depok - Jawa Barat 

Universiteit Twente, Enschede - The Netherlands


No comments:

Post a Comment