Tulisan ini membantu saya berkilas
balik tentang masa lalu dan apa-apa saja cerita yang sudah dijalani dalam ruang
waktu terdahulu. “Siapa sangka”, hmm.. Maksud saya, who knows. Siapa yang bisa menebak masa depan. 23 tahun saya
terlahir ke atas dunia, ada satu hal yang sampai sekarang tidak berhenti
membuat saya terkagum-kagum dan takjub pada setiap alur hidup setiap orang.
Tentang keajaiban waktu, ruang-ruang di dalam setiap waktu, dan bagaimana
setiap orang menjalaninya.
Saya ada di atas dunia ini dengan status anak
ketiga dari tiga bersaudara dalam sebuah keluarga. Mama papa adalah dua orang
petugas medis yang bertemu di lokasi kerja dan akhirnya berkomitmen untuk
membangun sebuah keluarga (hehe). Saya punya dua orang kakak kandung, keduanya
laki-laki. Walaupun sebagian besar saudara-saudara kami yang tertulis dalam
silsilah keluarga besar telah hijrah dan menetap di sejumlah kota besar, saya
dan keluarga tinggal di kampung halaman kami semua, di sebuah daerah bernama
Kecamatan Banuhampu, tidak jauh dari Kota Bukittinggi, terletak di provinsi
Sumatera Barat, Indonesia. Mama papa selanjutnya bertugas di daerah ini bagi
masyarakat setempat. Di daerah pedesaan ini, saya dan kedua kakak kandung saya
dibesarkan oleh kedua orang tua kami. Mama yang sungguh sangat demokratis dan
selalu jadi tempat kami berbagi semua hal. Tidak pernah sekalipun seumur hidupnya mama memukul, mencubit, atau menyakiti anak-anaknya. Papa yang sangat protektif
dalam membimbing anak-anaknya.
Soal pendidikan, saya masih cukup
ingat sejumlah scene yang saya jalani
saat masih duduk di Taman Kanak-Kanak. Saat saya bermain ayunan dan ada di
dalam kelas. Bahkan, saya masih cukup ingat ketika Ibu Guru kami, Bu Wat, di
suatu hari mengajarkan kami tentang seni melipat kertas untuk membuatnya jadi
sebuah pesawat. Hari itu, saya duduk di sayap kiri kelas, bersama sejumlah
teman-teman lain yang namanya juga masih cukup saya hafal. Di sesi lain, saya
pun ingat tentang layanan antar jemput TK kami dari dan menuju rumah
masing-masing. Rekonstruksi ingatan masa kecil saya dan sejumlah cerita dari
orang tua saat saya telah beranjak dewasa, ternyata dulu saya adalah seorang
anak kecil yang sangat amat introvert.
Saat teman-teman lain di jam istirahatnya berbaur dan bermain perosotan bersama,
saya malah memilih sendiri dan tidak berbicara apa-apa. Saya pun ingat ketika
dulu saya sering jadi sasaran bullying kakak
kelas kami yang telah SD. Ya, karena sifat introvert
saya itu. Sempat beberapa kali saya ditolak untuk bermain bersama saat kami berbarengan
sedang ada dalam bus yang mengantar kami pulang. Bahkan, mama papa sempat
mengkhawatirkan kondisi saya yang terlalu introvert.
Seringkali tanpa sepengetahuan saya, mama papa ikut hadir di TK dan
memperhatikan cara saya bergaul. Jika dulu saya tetap bersikap seperti itu,
rencana mereka akan melakukan tindakan lebih lanjut untuk membuat saya seperti
anak-anak lain. Haha, sudahlah, itu masa
lalu :D
Cerita lain di ruang waktu lain,
kemudian berlanjut hingga saya menempuh jenjang pendidikan SD, SMP, SMA, dan
seterusnya. Pendidikan sekolah dasar saya tak jauh dari rumah kami, cukup
berjalan kaki selama 5-10 menit. Setelah lulus SD, saya disekolahkan di sebuah
SMP yang ternama di kota Bukittinggi. Kali ini, siapa sangka saya bisa
terdaftar masuk sebagai siswa di kelas unggul SMP kami. Catatan lain dari
perjalanan SMP ini, siapa sangka pula, bahwa indeks akademik saya
mengkhawatirkan saat berada di kelas ini. Bahkan, di satu kesempatan, guru SMP
kami pernah mengadakan satu sesi khusus dengan kedua orang tua. Menjelaskan
tentang kondisi akademik saya yang memprihatinkan dan sesaat lagi harus
bersiap-siap untuk dikeluarkan dari kelas tersebut. Namun, semuanya akhirnya
berlalu. Saya akhirnya berhasil masuk ke sebuah sekolah menengah atas terakreditasi
di kota Bukittinggi.
Lulus dari jenjang pendidikan wajib
belajar tersebut, saya memutuskan untuk mengadu nasib, mengikuti ujian seleksi
penerimaan mahasiswa baru (SPMB) 2007. Dan akhirnya, saya lulus dan diterima
sebagai mahasiswa di Departemen Teknik Kimia UI. Ruang waktu inilah yang jadi
momentum pertama bagi diri saya untuk menyadari nilai apa yang akan saya tulis
dalam tulisan ini. Siapa sangka. Siapa yang tahu tentang masa depan. Saya lahir
dan dibesarkan di sebuah desa kecil yang mungkin aksesibilitas terhadap sesuatu
sangat jauh terbatas dibandingkan kota besar. Tidak pernah sekalipun saat saya
masih SD atau SMP terpikirkan untuk bisa menembus keterbatasan dan menjadi mahasiswa
UI. Hari demi hari hanya dilalui dengan bermain dan menjalaninya dengan penuh
suka cita. Hampir tiap hari, saya dan kakak saya menghabiskan waktu bermain di
atas jerami, sawah pedesaan kami. Namun, selalu ada jalan untuk meraih semua
hal. Bila satu tujuan besar dipikirkan terlalu mendalam, tanpa dinikmati
prosesnya, mungkin semuanya hanya akan berakhir pada mimpi dan keputusasaan.
Ternyata, dengan menikmati setiap proses, dengan menikmati setiap hari, semua
mimpi yang jauh terasa mendekat. Dan ketika suatu hal baik datang mendekat,
bisa jadi kita belum menyadarinya.
Ruang waktu lain membuat saya
semakin terkagum-kagum pada hidup manusia. Selama menjalani perkuliahan,
sungguh saya telah mendapatkan banyak wadah untuk berekspresi dan berkreasi.
Tidak hanya lingkungan akademis yang sesuai dengan peminatan saya, tetapi juga
kesempatan mengasah softskill melalui organisasi dan
kepanitiaan. Ada begitu banyak kesempatan untuk mengenal banyak orang dari
Sabang sampai Merauke di kampus tersebut, lalu membuat sedemikian persahabatan.
Sesekali, tugas kuliah terasa begitu berat. Sesekali pula, sakit datang
menghampiri. Berkali-kali, senang datang mengobati. Dan akhirnya, pada bulan
September 2011 lalu, episode mahasiswa dan kampus ditutup secara resmi. Saya
dan teman-teman dinyatakan lulus sebagai sarjana teknik. Berkali-kali kami
hampir tidak percaya telah berada di penghujung status sebagai mahasiswa dan
mengenang masa-masa kami menjalani orientasi dan ospek sebagai mahasiswa baru.
Setelah dijalani, waktu terasa begitu cepat. Namun, bukan berarti apa yang kita
jalani tersebut berjalan dengan mudah. Selalu ada kesulitan dalam sejumlah
episode. Namun, pasti selalu ada kemudahan pula bersama kesulitan. Dan saat
hari wisuda, saya pun tersenyum bahagia. Saya telah melewati ini semua.
Masa-masa orientasi sebagai mahasiswa baru. Masa adaptasi di lingkungan baru.
Masa senang dan sulit menjalani peran sebagai mahasiswa. Masa-masa hampir tidak
tidur dan sesekali mendongkol pada tugas yang belum kunjung selesai. Masa-masa
penelitian yang seolah tidak menunjukkan progress. Namun, semuanya pasti ada
ujungnya. Dan di hari itu, saya telah melewati semuanya dan tersenyum bahagia.
Hari ini ketika tulisan ini diketik
rapi dan saat jari saya menari-nari di atas keyboard
laptop, saya masih terkagum-kagum pada cara waktu menyediakan ruang bagi
kita untuk mengisinya dengan cerita-cerita. Kembali, status mahasiswa yang
setahun lalu telah ditutup, kini menjadi kembali resmi bagi diri saya. Episode
baru telah dimulai. Namun, ketika saya menoleh ke belakang, kembali saya
berujar “siapa sangka” dan tersenyum seorang diri. Bukan untuk sombong. Bukan.
Bukan. Sama sekali bukan. Tapi pada cara waktu memberikan ruang yang cukup bagi
setiap orang untuk menyikapinya. Terkadang kita terlalu sering mengeluhkan
banyak hal yang kita alami saat ini. Namun, di waktu yang sama, ada pula orang
lain yang begitu khidmat menikmati ruang yang diberikan oleh waktu, sekalipun
luka atau perih menghampiri cerita-cerita mereka. Bukankah mereka termasuk
orang yang menikmati proses yang mengantarkan mereka pada ending di satu episode kehidupannya? Sungguh, siapa sangka. Dan
saya masih terkagum-kagum. Hanya kepada Tuhan ucapan terima kasih ini saya
aturkan karena kekaguman diri ini tidak kunjung hilang dengan sebuah renungan
ini. Nikmati saja prosesnya. Jalani saja setiap apa yang ada. Namun, jangan lupa
untuk bermimpi. Dan suatu waktu, ketika kita melihat ke belakang dari setiap
dimensi hidup kita masing-masing, kita akan tersenyum dan berkata, “aku pernah
berada di titik itu, dan aku sudah menjalaninya.” Alhamdulillah.
Menunggu
episode lain dalam kehidupan,
Enschede,
The Netherlands
SMA Negeri 1 Bukittinggi, Sumatera Barat
Universitas Indonesia, Depok - Jawa Barat
Universiteit Twente, Enschede - The Netherlands
No comments:
Post a Comment